SEKITAR KITA

Bakesbangpol Situbondo Gelar Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Bidang Cukai

Diterbitkan

-

Memontum Situbondo – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Situbondo. Menggelar acara sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai (BKC) Ilegal, bertempat di Aula Rumah Makan Restu Karang Asem Situbondo, Rabu (01/09).

Acara sosialisasi tersebut dihadiri oleh puluhan peserta, yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, ormas LSM, forum perempuan, Camat, Kepala Desa, FKUB dan FPK, di Wilayah Kecamatan Kendit, para peserta tampak sangat antusias sekali mengikuti acara Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Cukai dan Pemberantasan BKC Ilegal.

Baca Juga:

    Sosialisasi yang di tempatkan di Aula Rumah Makan Restu Karang Asem Situbondo ini, menghadirkan tiga Nara sumber yang terdiri dari, Bea Cukai Jember, Kejaksaan Negeri Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo.

    Humas Bea Cukai Jember, M Awaluddin, setelah acara sosialisasi kepada awak media mengungkapkan bahwa rokok ilegal merupakan rokok yang dalam pembuatan dan peredarannya tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.

    Advertisement

    “Kategori rokok ilegal adalah rokok yang diedarkan dan dijual atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai dan rokok tersebut dikenal dengan istilah rokok polos atau rokok putihan,” ungkap M Awaluddin.

    Lebih Lanjut, M Awaluddin, menjelaskan bahwa rokok ilegal adalah rokok yang diproduksi oleh pabrik yang belum memperoleh Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), namun ada juga rokok yang diedarkan dijual atau ditawarkan dilekati pita cuka, tapi pita cukai nya palsu atau dipalsukan atau sudah pernah dipakai atau bekas, untuk Rokok yang tidak sesuai peruntukannya, misalnya Produk Rokok SKM (Sigaret Kretek Mesin), rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan) kedua rokok tersebut walau dilekati oleh pita cukai namun tarif cukainya lebih rendah.

    “Sehingga tidak sesuai tarif cukai nya atau tidak sesuai personalisasi, misalnya pita cukai untuk perusahaan A tapi digunakan untuk perusahaan B,” jelas M Awaluddin.

    Lanjut M Awaluddin, sedangkan obyek Cukai adalah Etil Alkohol, minuman mengandung Etil Alkohol dan hasil tembakau. meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya.

    Advertisement

    Kata dia, bagi yang melanggar akan dikenakan Pidana Pelanggaran Cukai dan sanksi denda. Rokok yang dibuat oleh pabrik yang belum memiliki NPPBKC melanggar pasal 50 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1995 Jo, UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

    “Sedangkan pidana dendanya paling sedikit 2 kali nilai cukai, dan paling banyak 10 kali nilai cukai,” kata M. Awaluddin.

    M. Awaluddin menegaskan, sedangkan untuk pidana pelanggaran Cukai Rokok yang diedarkan, dijual, atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai yang dikenal dengan istilah Rokok Polos atau Putihan, ini melanggar Undang-Undang sebagaimana tertuang di dalam pasal 54 UU Nomor 11 Tahun 1995 Jo UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.

    “Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Dengan pidana denda paling sedikit 2 kali nilai cukai, paling banyak 10 kali nilai cukai,” tegasnya.

    Advertisement

    Selain itu, Sambung M. Awaluddin, pidana pelanggaran cukai rokok yang diedarkan dijual atau ditawarkan dilekati pita cukai namun pita cukainya palsu atau dipalsukan sudah pernah dipakai atau bekas tidak sesuai dengan tarif Cukai dan atau Harga Jual Eceran (HJE) yang seharusnya, perbuatan seperti ini melanggar pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 1995 Jo UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun, paling lama 8 tahun. Dengan pidana denda paling sedikit 10 kali nilai cukai. Paling banyak 20 kali nilai cukai.

    “Sedangkan untuk penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana bagi hasil cukai hasil Tembakau dan pajak rokok sesuai UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, pasal 66A ayat 1. Penerimaan negara dari total penerimaan cukai secara Nasional 2 persennya akan didistribusikan lagi menjadi DBHCHT atau Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau kepada seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota, baik yang menjadi wilayahnya mempunyai pabrik hasil tembakau atau pun tidak, ” ujar M. Awaluddin.

    Ditambahkan dia, untuk program/kegiatan sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk mendukung program jaminan kesehatan Nasional untuk alokasi DBHCHT tahun 2021 sebesar 50 persen untuk Jaminan Kesehatan. Besaran alokasi dana bagi hasil untuk masing–masing kota/Kabupaten baik sebagai penghasil maupun lainnya diatur oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan di bawah Kementrian Keuangan untuk ditetapkan.

    “Sedangkan capaian penerimaan Bea Cukai sampai dengan 31 Desember mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19,” ungkap M Awaluddin.

    Advertisement

    Sementara, menurut Kepala Seksi Penyuluhan, Bea Cukai Jember, Febra Pathurrachman, dihadapan para peserta menjelaskan, bahwa Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-Undang.

    “Sifat/karakteristik tersebut yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup, perlu pembebanan cukai demi keadilan dan keseimbangan,” jelasnya.

    Lebih Lanjut, Febra Pathurrachman mengatakan, dalam rangka pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, pemerintah daerah setempat didorong untuk menjalankan program atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemberantasan peredaran hasil tembakau illegal.

    “Hasil tembakau sendiri memiliki beragam jenis antara lain sigaret/rokok, cerutu, rokok daun/klobot, tembakau iris (tis), serta hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) berupa vape dan shisha,” kata Febra Pathurrachman.

    Advertisement

    Menurutnya, adapun ciri-ciri rokok illegal yaitu rokok polos atau tidak dilekati pita cukai, rokok dengan pita cukai palsu, rokok yang dilekati pita cukai bekas, rokok berpita cukai namun salah personalisasinya serta rokok berpita cukai namun salah peruntukannya.

    “Rokok polos merupakan yang paling sering ditemui di lapangan, untuk itu kita diharapkan waspada akan hal ini,” ungkap, Febra Pathurrachman.

    Lanjut dia, sosialisasi hari ini merupakan jalan pembuka bagi Pemda agar segera merealisasikan rencana kerja terkait pengelolaan DBHCHT.

    “Diharapkan seluruh pemerintah daerah aktif dalam menjalin sinergi dengan Bea Cukai dalam setiap kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian kinerja yang maksimal,” kata Febra.

    Advertisement

    Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga, Bakesbangpol, Suyono, menjelaskan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo bekerjasama dengan Bea Cukai Jember, bersama-sama mensosialisasikan terkait cukai dan gempur rokok ilegal. Penyelenggaraan sosialisasi cukai dan gempur rokok ilegal tersebut tidak terbatasi oleh tempat dan waktu, akan tetapi tetap berada di beberapa wilayah Kabupaten Situbondo. “Saya berharap kepada peserta setelah mengikuti sosialisasi agar bisa mensosialisasikan kepada saudara dan keluarganya terkait rokok ilegal. Karena peran serta masyarakat sangat penting dalam mensosialisasikan, agar masyarakat menghindari adanya rokok ilegal dan jika memproduksi rokok agar dilengkapi dengan pita cukai. Biar tidak menyalahi perundang undangan di bidang cukai,” pesan Suyono. (her/mam/ed2)

    Advertisement
    Click to comment

    Tinggalkan Balasan

    Terpopuler

    Lewat ke baris perkakas